Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

IKAN TERI YANG TAK TERBELI

Ikan teri itu sudah dibungkus dengan kertas, tinggal menyerahkan kepada pembelinya.
"Pak, ngapunten ini terinya saya bayar besok ya.. minggu depan kiriman wesel dari suami saya biasanya sudah datang.." 

"Wah ya gak bisa, ya udah gak usah saja.." pedagang itu membuka lagi bungkusan ikan terinya, melepas karetnya, lalu melemparkannya kembali ke kotak yang ada di warungnya. 

Dengan berderai airmata wanita itu pergi dari warung itu sambil menggendong anaknya. Ada rasa sakit ketika anaknya merengek minta makan teri, tak ada sepeser uangpun yang tersisa untuk membelinya. Sampai rumah masih ada nasi ditutul garam yang bisa dimakan, sambil merayu sendu, ikan terinya ada minggu depan.

"Ibu gak pernah lupa peristiwa waktu kamu masih kecil itu.. hanya sekedar ikan teri pun ibu gak bisa berhutang di warung yang sudah jadi langganan.." kata ibu saya waktu itu

"Ada sakit yang tersisa, tapi ibu berusaha terus mengikhlaskan diperlakukan demikian.. "

Beberapa tahun lalu waktu saya masih aktif di #SedekahRombongan ada permintaan ambulance dari warga kampung. Saya pas luang, segera saya ambil ambulance dan datang ke rumah pasien yang membutuhkan. Ternyata dia adalah pemilik warung yang dulu menolak memberikan terinya dihutangi. Sekarang warungnya  sudah lama tutup, tidak berjualan lagi. 

Saya tuntun orang ini berjalan ke ambulance, hingga bisa rebahan. Saya antar menuju rumah sakit terdekat, ada gangguan di perutnya yang membuatnya kesakitan. Sepanjang jalan saya menyopir, saya ajak ngobrol ringan, tidak ada sebersitpun dendam tentang penolakan bantuan puluhan tahun lalu kepada ibu. Sampai pulang kembali usai kontrol di malam hari, saya antarkan hingga depan pintu rumahnya lagi. 

"Alhamdulillah le, seburuk apapun yang kita terima jangan pernah membalas dengan keburukan juga, dunia berputar, jangan sombong dan dzolim kepada orang lain" kata ibu ketika saya bercerita usai mengantar orang itu. 

Selama pandemi kalau waktunya mengajak ibu-ibu kami momong cucu, kami memilih tempat yang jauh dari kerumunan, juga bukan hari libur. 
Seperti waktu itu berkesempatan ke sebuah rumah makan di ketinggian pantai selatan.

"Bu, coba ini ya.. belum pernah makan lobster segede ini.." kata saya 

"Walah.. udang aja kok mahal, mbok gak usah berlebihan" kata ibu

"Hehe, kan gak tiap hari bu.. dan nyoba yang sebesar ini belum pernah.."



Bagi yang sudah berkeluarga akan paham, kita bekerja siang malam, kebahagiannya adalah jika bisa menjadikan hasil kerja kita bisa dinikmati seluruh keluarga. Karena bahagia itu gak bisa sendirian.. 

Ini rajanya udang.. guede.. ketika dibelah dagingnya tebal menyembul. 
Entah mengapa malah saya yang terbayang ketika sebungkus teri tidak mampu kami makan di waktu lalu. 

Saya ambil beberapa potong dari cangkangnya dan di piring ibu saya letakkan. Walaupun nikmat dan tebalnya daging lobster tak akan bisa menebus apapun pengorbanan seorang ibu.. paling tidak hari itu rasa syukur lebih menyelimuti hati kami, daripada sekedar pemutus dendam di masa lalu..




_______________________________ 


Buku-buku inspiratif karya Saptuari bisa didapatkan di @jogist_store 081804100900  

Atau langsung klik menu di kiri atas blog ini ðŸ‘† 



1 komentar untuk "IKAN TERI YANG TAK TERBELI"

Ayah Digital 14 Maret 2023 pukul 15.38 Hapus Komentar
Yaa Rabbanaa....