Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Mushola di Pojok Desa

Ketika kita disadarkan bahwa Tuhan begitu dekat dengan kita, bahkan kita bisa memanggil-Nya dalam nafas satu helaan...

Jogja Mei 2006...
Bumi tiba-tiba bergemuruh pagi itu, suaranya seperti auman yang mengerikan. Kayu-kayu atap rumah berderak-derak dengan keras, saling menghantam kiri dan kanan. Aku langsung melompat dari tempat tidurku. Lantai rumah yang kupijak seperti dek kapal dihantam gelombang. Dengan terhuyung-huyung aku keluar rumah nyaris terjerembab di tengah jalan. Orang-orang berlarian, berteriak ketakutan. Nama Tuhan bersahutan diteriakkan. “KRAK... KRAK.. BUMM!!!” aku menoleh ke kiri, mushola tua itu seperti menemui ajalnya. Atapnya lepas satu persatu, tembok kiri kanan saling cerai berai, melepaskan diri ke berbagai arah jatuh berdentum menimpa bumi.
Aku duduk tertegun di tengah jalan, bumi berhenti bergoyang. Kupandangi rumahku yang masih berdiri, kutengok 30 meter ke sebelah kiri. Mushola Al Habib tidak ada lagi, berganti debu tebal yang membumbung melewati sela-sela atap kayu teronggok menyesakkan hati....
-------------------------------------
Jakarta, Agustus 2008....
“Gila tuh Babe, harusnya dia tau kalo jam 12 anak-anak harus Jumatan! Eh dia masih cuek gak berhentiin itu rapat. Pas ada yang minta ijin mau Sholat Jumat, eh dia malah ngomong.. Sholatnya nanti saja! Busyet padahal dia juga harusnya sholat Jumat!”
Agustin kawanku bercerita menggebu-nggebu kejadian Jumat lalu. Dia penganut Kristen yang taat, sehari-hari dia adalah Produser di Stasiun televisi itu. Hari ini aku ke Jakarta untuk shooting satu episode acara Wirausaha Muda Mandiri di salah satu stasiun TV. Aku hanya tau orang yang di panggil “babe’ itu lewat televisi, tokoh yang sering tampil sebagai Muslim yang alim dan agamis, ternyata sholat Jumat saja dia menggampangkan dengan mudahnya. Anggapanku bahwa Jakarta merenggut semuanya semakin terpatri di otakku. Orang bisa jadi gila beneran di Jakarta, dunia ditangan, urusan belakangan... prestasi dan materi segalanya di Jakarta, urusan Tuhan lupa juga gak apa-apa!
Teringat dengan seorang kawan lain, ketika dulu kuliah di UGM jadi mahasiswa dia tekun sekali ibadahnya. Menjelang kelulusannya sholat tahajud selalu tepat waktu. Ketika kami pergi dia yang sering mengajakku sholat lebih dulu. Hidupnya berubah ketika menginjak Jakarta, prestasi di kantornya membuat dia langsung melejit di posisi penting dalam 4 tahun. Sekali waktu aku berkunjung ke rumahnya, kami ngobrol hingga subuh menjelang, aku ajak dia Sholat bareng dan dia hanya tersenyum dan mempersilahkan aku sholat duluan. Hingga dia berangkat ke kantor pagi itu, sajadah itu tidak disentuhnya...
Aku terus menghakimi Jakarta, aku tanamkan di pojok otak kesimpulanku dengan angkuh, bahwa Jakarta bisa merampas hidup orang dari Tuhannya...

-----------------------------------------------
Warung Tembi Bantul, 10 Agustus 2011
Wedhang uwuh hangat itu lolos di tenggorokanku, kuambil teko berisi teh poci diatas meja kutuang ke dalam gelasku. Ternyata teko tanah itu sudah kosong, ketika kumiringkan lagi tetap tidak keluar airnya. Bahkan tutupnya nyaris jatuh ke meja. Tangan orang yang duduk di sebelahku dengan sigap memegang tutup teko itu.. “udah habiss nih! Mau tambah lagi?” katanya. “wiss mas, dah dua teko kok” jawabku. Orang itu Sandiaga Uno, aku memanggilnya Mas Sandi, kalian pasti tau dia siapa... konon dari 230 juta orang Indonesia, dia adalah nomer 27 yang paling kaya. Saratoga perusahaannya menggurita, maskapai Mandala pun dalam genggamannya. Malam itu begitu istimewa, aku dan kawan-kawan Wirausaha Mandiri Jogja bisa nongkrong santai di pinggir sawah dengan mas Sandi, suara jangkrik bersautan mengiringi obrolan kami berlima.



Ketika Firman dan Andi bercerita tentang bisnis mereka, tentang industri tela dan pengolahan limbah, aku justru malas membahasnya... pengen yang slow-slow saja.
Aku ingat Januari lalu, kami rapat kecil dengan Mas Sandi di Eksekutif Lounge Bandara Adi Sucipto sehabis dia ngisi seminar di UGM, makanan dan minuman terhidang di meja, kami berebutan mengambilnya, Mas Sandi tidak menyentuhnya karena sedang puasa. Aku masih menggenggam kacang goreng ketika dari balik jendela lounge kulihat Jet pribadi membawa Mas Sandi take off pulang ke Jakarta.
“Mas... Apa yang bikin Mas Sandi tetap konsisten dalam ibadah mas? Dirimu dah super saksess, tapi aku pernah baca puasa Daud masih rutin mas Sandi lakukan, Sholat Dhuha juga gak pernah putus... Maluuuu aku mas kalo lihat ibadahmu, kok bisa dirimu seperti itu” kataku penuh tanya
Mas Sandi tersenyum, kepala plontosnya oleh-oleh umroh tampak lucu malam itu.
“jadi begini, ibadah itu kalo sudah rutin kita lakukan bukan lagi menjadi sebuah kewajiban tapi menjadi sebuah kebutuhan. Jadi kalo aku gak sholat dhuha aja sekali, tiba-tiba ada sesuatu yang hilang. Aneh rasanya... walaupun itu Sunnah jadi terasa wajib. Dan aku ngerasain sekali hikmahnya, sudah 7-8 tahun ini aku rutin aku lakukan, rejeki itu seperti gak aku cari, semua datang sendiri.. seperti dianter rejeki itu” Mas Sandi mulai bercerita.
“Dhuha mu berapa rakaat mas?” tanyaku lagi
“delapan Insya Allah..” Jawab Mas Sandi singkat
“aku juga sering banget merasa diselamatkan oleh Allah dengan banyak kejadian-kejadian yang tidak berhasil aku dapatkan. Dulu aku pernah dicalonin jadi bendahara Partai Demokrat lho, waah kalo sampai kejadian maluuu wajah kita sekarang muncul di koran-koran, pasti ikut keseret-seret yang begituan! Hehehe... “ lanjut Mas Sandi.
“Jadi benar itu, sesuatu yang kita anggap baik buat kita, belum tentu baik di mata Allah! Dan aku banyaaak banget ngalami, sehingga aku merasa justru aku diselamatkan oleh Allah ketika aku tidak mendapatkannya...”
Kami manggut-manggut mendengarnya...
Aaah… Aku yang paling terpana, ternyata Jakarta tidak mengambil Tuhannya... Mas Sandi membuktikan istiqomah di jalur hidupnya.., aku terlalu naif memvonis Jakarta.
Biasanya para mahasiswa selalu mengucap ini ketika mereka menyalamiku sehabis aku mengisi seminar di kampus-kampus. Malam ini aku yang melakukannya, sambil menggenggam erat tangan Mas Sandi aku menyampaikan harapanku... “semoga aku bisa saksesss seperti kamu ya mas!”
Dengan tersenyum Mas Sandi mengamini... “pasti laaah... pasti bisa!”
Jawaban itu juga yang selalu aku berikan buat para mahasiswa, sebuah pengharapan yang dibalas dengan kata-kata penambah semangat plus terselip doa..
Bantul tenang sekali malam itu, bintang bertaburan ketika aku pamit pulang...

----------------------------------
Jalan Wonosari Jogja, Januari 2009
Dengan hanya pakai celana kolor kupacu motor itu, ada penjual kubah masjid di sudut jalan daerah Mantup. Kupilih satu kubah dengan hidung yang menjulang tinggi, kalo di Jogja disebut juga Mustoko, siang itu juga aku minta diantar ke dusunku. Sudah 1 tahun Mushola Al Habib selesai direnovasi dari dana swadaya masyarakat setelah hancur terkena gempa. Mushola di selatan dusun ini harus kembali dihidupkan walaupun sudah ada Masjid yang empat kali lebih besar di tengah dusun, karena mushola inilah yang menjadi cikal bakal para sesepuh dulu shalat berjamaah, bahkan ketika masjid belum ada di dusunku.
Aku baru tersadar ketika ternyata Mushola itu belum ada kubahnya, dengan seijin takmir aku langsung belikan hari itu juga. Mushola yang hanya berjarak 30 meter dari rumahku itu sekarang kelihatan gagah, mustokonya berkilat di siang hari dan menampilkan refleksi kuning di senja hari.
Aaaah... aku belum bisa bangun masjid, minimal nyicil aku belikan Mustoko dulu. Kita diajarkan berlomba-lomba dalam kebaikan, Fastabihul Khairot.. ketika sekarang sedekah sedang diteriakkan dimana-mana, Insya Allah semua untuk syiar.. bukan untuk riya’.. hari genee masih ngecap sedekah sombong?? Siap-siap deh “ditampar” sama Ippho Santosa.. lebih baik “ngomong” tapi sedekah, daripada udah sombong gak pernah sedekah.. hehe!
Dan dugaanku terbukti... aku tidak pernah bilang ke orang-orang dusun bahwa aku yang membelikan mustoko mushola itu, aku sudah disalip jauuuuuh sekali! Namanya pak Murlidi, dia yang punya bakmi Mbah Mo di Code Bantul sana... Bakmi di tengah kampung, di samping kandang sapi, tapi orang makan harus rela antri. Mobil-mobil dari Jogja berjejer menunggu bakmi terhidang. Jualan Mie Jowo di tengah ndeso dengan omzet minimal 7 juta/hari...
“Sap, kalo masih ada masjid atau musholla yang belum ada kubahnya kabari aku! Akan segera aku kirim.... gratis! Dimanapun itu... kemarin kita baru kirim untuk satu Musholla di Magelang, sudah puluhan yang kita kasih. Kalo ada yang belum punya kubah kita yang akan kasih” Kata Pak Murlidi malam itu di warungnya...
Aku garuk-garuk kepala, kalah telak dengan bakul bakmi ndeso dari mBuantul sana!



---------------------------------------
Ramadhan sudah sampai hari ke lima belas...
Malam ini aku sholat tarawih di Mushola Al Habib, mayoritas warga sholat di Masjid Al Falah di tengah desa yang lebih besar dan pusat dari kegiatan agama. Jamaah di Musholla Al Habib tidak terlalu banyak, hanya ada 4 saf masing-masing 2 saf pria dan wanita memenuhi ruangan 6x7 meter itu. Imam malam itu Mbah Amat, badannya sudah bungkuk, dialah pemilik tanah yang diwakafkan untuk mushola ini, entah tahun 70an lampau. Suaranya bergetar mengikuti umurnya yang sudah renta. Mbah Amat ini tiap pagi masih rajin ke sawah dengan memanggul paculnya. Sekali waktu aku berpapasan di jalan kusapa, lebih sering tidak menoleh karena pendengarannya pun sudah kurang peka.
Malam itu aku datang duluan, ketika sholatpun aku dapat posisi tepat dibelakang mbah Amat, langsung dibelakang sang imam.
Selesai sholat Isya, mbah Amat membalikkan badan, dia ingin menyampaikan kultum rupanya. Posisi dudukku yang persis dibelakangnya menjadikanku hanya berjarak satu langkah. Dengan suara yang terbata-bata dan masih lantang, dia memberikan kultum dalam bahasaya Jawa, sesekali pandangan matanya ke arahku, orang yang paling dekat dengan duduknya.
Begini kultumnya aku artikan dalam bahasa Indonesia..
“poro sederek, Sholat itu bukan hanya sekedar kita mengadapkan badan ke arah kiblat, tapi hati dan pikiran kita kemana-mana! Kita sering sholat sudah mengucapkan Allahu Akbar, tapi pikiran kita ada di jalan, pikiran kita tertinggal di rumah, pikiran entah dimana. Padahal kita sedang berhadapan dengan Gusti Allah! Padahal cara gampang untuk khusuk adalah hafalkan bacaan sholat dan artinya! Ketika mulutmu mengucapkan Allahuakbar, hatimu membenarkan bahwa Gusti Allah Maha Besar… Gusti Allah sik paling kuoso..” suara mbah Amat berat dan mantab!
Aku seperti kembali menjadi anak TPA yang baru belajar mengaji, tamparannya mengena dengan apa yang aku alami, betapa kadang kala ketika kesibukan mendera, dunia melenakan, badan ini sholat tapi fikiran entah kemana, terbang memikirkan pekerjaan dan dijerat kesibukan.
“buat apa sholat, jengkang jengking tapi kalo kita tidak paham hakekat sholat! Sholat ngebut seperti dikejar setan hanya untuk mendapat label ‘aku sudah sholat’ tapi hatimu tidak pernah menghadap Gusti Allah! Badanmu bergerak tapi hatimu mati.. ayo mulailah Sholat dengan khusuk! Engkau sedang menghadap Tuhanmu! Gusti Allah yang menciptakanmu…”
Aku sudah berbicara di depan ribuan orang di berbagai talkshow dan seminar, tapi malam ini aku jadi begitu kecil tak berilmu di depan mbah Amat, tatapan mata tuanya dan suara parau itu telah menjadi guruku malam ini.. pipiku seperti ditampar dengan sandal jepit… panas dan pedes rasanya! kemetip...!!
Sholat Tarawih di mulai…
Mbah Amat mengangkat tangan dengan takbir… aku ikuti setiap bacaannya, aku berusaha fokus mengingat arti ayat yang kubisa, kulafalkan dalam hati tembus ke ubun-ubun..

“ALLAHUU AKBAR…”
Allah Maha Besar… Allah Moho Kuoso!
Mbah Amat mulai membaca Al Fatehah, aku berusaha keras mengingat-ingat arti surat Al Fatehah
"AL HAMDU LILLAAHI RABBIL ‘AALAMIIN"
Segala Puji Bagi Allah, Tuhan Semesta Alam…
"ARRAHMAANIR RAHIIM.."
Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang..
"MAALIKIYAUMIDDIIN"
Yang menguasai Hari Pembalasan..
"IYYAAKA NA’BUDU WAIYYAAKA NASTA’IIN"
Hanya Kepada-Mu lah Aku Menyembah Dan Hanya Kepada-Mu lah Aku Memohon Pertolongan..
"IHDINASH SHIRAATHAL MUSTAQIIM"
Tunjukilah Kami Jalan Yang Lurus..
"SHIRAATHAL LADZIINA AN’AMTA ‘ALAIHIM GHAIRIL MAGHDHUUBI ‘ALAIHIM WALADHDHAALLIIN"
Yaitu Jalannya Orang-Orang Yang Telah Kau Berikan Nikmat, Bukan Jalannya Orang-Orang Yang Kau Murkai Dan Bukan Pula Jalannya Orang-Orang Yang Sesat…

Angin malam dari sawah masuk dari jendela mushola, berhembus menerpa tengkukku… entah mengapa aku merinding di awal sholat ini… hanya Al Fatehah yang aku hafal artinya, namun ternyata dengan itu saja Gusti Allah sudah berkenan “mampir” ke Mushola Al Habib malam itu...

*Diketik di Jogja, dibaca di mana sadja
4 September 2011

38 komentar untuk "Mushola di Pojok Desa"

YLabdo 4 September 2011 pukul 05.45 Hapus Komentar
Great Inspiration.....met kenal Mas Saptu, saya pernah salaman karo panjenengan saat wedangan w/ Sandiuno di Tembi.....ditunggu inspirasi lainnya.

wassalam

@ylabdo
damayanti 4 September 2011 pukul 06.20 Hapus Komentar
keren masssssssssss :)siap melaksanakan nilai luhur di cerita ini bismillah
Anonim 4 September 2011 pukul 06.27 Hapus Komentar
Pengalaman sederhana yang menyimpan banyak makna... ditunggu lagi ya kisah-kisahnya..

best regards,
sangterasing
risaokee 4 September 2011 pukul 06.38 Hapus Komentar
Inspiratif sekali Pak saptuari, seperti sarapan bubur ayam dipagi Hari : mantappp!!!
Ijin share Pak, agar semakin bnyk yg terinspirasi, tersemangati Dan sukses seoerti anda Dan Pak Sandi Uno :-)

@risaokee
Deden Hf 4 September 2011 pukul 07.24 Hapus Komentar
Subhanalloh.. tulisan yang mantap, Mas. Berisi dan tidak membosankan saat dibaca. :)

salam buat Mbah Amat. saya terharu mendengar ceramahnya.
ifta 4 September 2011 pukul 07.53 Hapus Komentar
siiippp bgt mas saptu...sangat inspiratif...mudah2an saya bs meniru mas sandi..amin
Bunda Zahra poenya Cerita 4 September 2011 pukul 09.06 Hapus Komentar
kerennnn ijin share ya mas, biar manfaatnya tertebar.... :))
Unknown 4 September 2011 pukul 10.36 Hapus Komentar
alhamdulillah, dapat pelajaran sangat berharga pagi2, trimakasih mas saptu
ikhsan 4 September 2011 pukul 12.17 Hapus Komentar
mantap mas sangat menginspirasi :)
Piet 4 September 2011 pukul 15.15 Hapus Komentar
subhanalloh..... inspiratif mas..
Andika Hendra Mustaqim 4 September 2011 pukul 15.31 Hapus Komentar
sangat inspiratif..
Andika Hendra Mustaqim 4 September 2011 pukul 15.31 Hapus Komentar
artikel yang sangat inspiratif
Zaki Senafal 4 September 2011 pukul 20.34 Hapus Komentar
izin share di Facebook, Suhu'Kingkong..
Admin 4 September 2011 pukul 20.36 Hapus Komentar
luar biasa mas,,, tulisan yang sangat menggugah & inspiratif. Merinding aku mas., moga bisa mengambil hikmah & menjalankan apa yg telah mas saptuari, mas sandiaga uno & si mbah Amat lakukan aamiiin
EDU 5 September 2011 pukul 16.01 Hapus Komentar
Terimakasih mas...Tulisannya sangat inspiratif..:)
wisanggeni 5 September 2011 pukul 22.39 Hapus Komentar
bismillah untuk menjadi lebih baik dari membaca tulisane sampean mas

salam
candraaji 6 September 2011 pukul 10.00 Hapus Komentar
subhanallah mas Saptu, inspiratif sekali. tertohok sangat dalam diri ini.
Unknown 6 September 2011 pukul 20.14 Hapus Komentar
Great...
mengalir, sederhana, dan KENA ...
makasih, mas saptu.

salam kenal
Minhatul Maula 6 September 2011 pukul 20.37 Hapus Komentar
inspiratiiiiif...izin share biar banyak yang dapet pencerahan ya mas ^_^
luckyman 7 September 2011 pukul 13.17 Hapus Komentar
nancep bgt ... cerita yg sederhana namun maknanya Luar biasa,, Mencerahkan sekali mz sap.. ijin share biar makin nambah pahala..
cerita-arini 7 September 2011 pukul 13.25 Hapus Komentar
langsung mewek mas..huhuuu..
Anonim 8 September 2011 pukul 10.09 Hapus Komentar
Ijin share ya mas.. mbrebesmili kie aku..
erwan godean 20 September 2011 pukul 05.27 Hapus Komentar
Ikut bangga dengan perkembangan bisnis dan relijiusitas panjenengan. barakallahu fii kum. Salam buat keluarga :)
wanitaoon 29 September 2011 pukul 08.50 Hapus Komentar
pak,, aku penggemar berat sandiaga uno. =) uuuwwwaaaaaa. pengen ketemu dah sharing bareng beliau. salam dari saya buat beliau ya pak, bila ketemu. makaassii. =)
Effa 4 Oktober 2011 pukul 19.00 Hapus Komentar
subhanallah yaaa,,,,sesuatu...

aq suruh temen2 dekatku, baca www.saptuari.com...pas artikel ibu...gak taunya mereka jd nangis bombay semua...

mas,,,semangat syiarnya semoga tidak lekang oleh waktu...
Effa 4 Oktober 2011 pukul 19.02 Hapus Komentar
subhanallah yaaa...sesuatu

aq sudah suruh temenku baca blognya mas saptuari. alhasil pas baca posting ibu...pada nangis semua,,,hehehehehehe

semoga semangat syiarnya tidk lekang oleh waktu dan materi
masdhenk 9 Oktober 2011 pukul 21.08 Hapus Komentar
sangat menggugah mas Saptuari!!
aku nunggu tulisan2 njenengan kih..

salam dari magetan
M Yunus 13 Oktober 2011 pukul 16.40 Hapus Komentar
Subhanallah,...
semoga saya bisa meniru panjenengan dan juga beliau.
Aamiin...........
arik 14 Oktober 2011 pukul 23.42 Hapus Komentar
kereenn..

sampek nangis..
seperti ikut tertampar sandal, panas dan kemetip! :')
Faisol 24 Oktober 2011 pukul 19.04 Hapus Komentar
Mantafff mas Bro...
ardian fariz 31 Januari 2012 pukul 15.55 Hapus Komentar
intinya nggak boleh lupa sama tuhan meskipun kita ini dalam kondisi yang super sibuk ya mas.. :)
ferry 3 Maret 2012 pukul 11.10 Hapus Komentar
adem rasanya baca tulisan ini.. moga duhaku bisa se istiqomah mas sandi uno..
Obat Jerawat 17 April 2012 pukul 17.48 Hapus Komentar
Makasih nih informasinya salam kenal moga sukses terus....
Anonim 8 Desember 2012 pukul 22.35 Hapus Komentar
Hello saptu
Anonim 8 Desember 2012 pukul 22.43 Hapus Komentar
Mas aku kenal mas di metro tv.aku ni di smg.juga baca di Hadila majalahe jateng peduli.main ke smg ya mas kingkong..eh paman gembul.suka bukunya"KULTWIT " yang d gramedia
fajarnr 14 Mei 2013 pukul 13.29 Hapus Komentar
semangat mas.. tulis dulu,tulis lagi & tulis terus.. tak woco sambil mberebes mili mas..

suwun share elmu & pengalamane.. izin share ya.. biar manfaat bertebaran..
alizaka 26 Oktober 2016 pukul 08.59 Hapus Komentar
Sangat mwnginspirasi dan menampar pipi, pedas tapi mencerahkan.
tony 13 Agustus 2018 pukul 11.15 Hapus Komentar
search nyari kesaksian orang yang pernah mengenal pak sandiaga, ketemu artikelnya mas saptu yang ini, kesaksian dr orang pertama ttg pak sandi mengenai dhuha dan puasanya pak sandi. bisa menjadi salah satu pertimbangan untuk pemilihan tahun depan