Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Ibumu...

Untuk wanita-wanita perkasa yang sudah melahirkan kita...

Gurun pasir di selatan kota Arar, Saudi Arabia 1991..
Helicopter tempur milik Amerika Serikat tiba-tiba muncul dari balik gundukan pasir itu, seorang wanita yang sedang buang hajat kaget bukan kepalang, langsung lari tunggang langgang dengan pakaian kocar kacir menuruni bukit pasir itu. Sambil berteriak-teriak dia masuk ke dalam tenda pengungsian warga Kota Arar yg ada di wilayah gurun itu. “Aduuuuh mbakyuuu aku kaget tenan! Helicoptere guede langsung muncul dibelakangku!” dengan nafas ngos-ngosan, Yati wanita asal Jawa Timur itu bercerita pada Halimah teman kerjanya sambil memeluknya erat. Kedua wanita itu bekerja di Keluarga Naji Al Somari, Yati sebagai Pembantu Rumah Tangga sedangkan Halimah sebagai Baby Sitter.
Mereka sudah dua minggu harus meninggalkan kota Arar yang berbatasan dengan Irak, tahun 1990 perang Teluk pecah, Irak menginvasi Kuwait yang kaya minyak setelah Irak menjadi miskin akibat 8 tahun perang dengan Iran. Selain menggunakan rudal scud, Saddam Husein juga menggunakan serbuk beracun yg sangat sakit ketika kena kulit. Pemerintah Saudi Arabia meminta bantuan Amerika untuk menghadapi Irak yang agresif menjadikan Kuwait sebagai provinsi ke 19-nya.
“wis-wis rapopo, saiki tenangno atimu..” kata Halimah sambil memeluk pundak kawannya itu. Sesekali Halimah mengusap pipinya yang pedih, kulit pecah-pecah terkena hawa gurun Arabia yang panas luar biasa...
sesekali suara dentuman roket Amerika terdengar di seberang sana...



...............................
Pertengahan 1991 Perang Teluk selesai...
Keluarga Naji Al Somari sudah kembali ke kota Arar, dia adalah salah satu pejabat kepolisian di kota paling utara Saudi Arabia itu. Naji memiliki 7 orang anak, 2 orang anaknya cacat. Hani anak lelakinya nomer dua, tidak punya bola mata, bentuk kaki dan tangannya seperti kambing, mengecil dan mencengkram. Setiap hari makan minum buang air diatas tempat tidur. Anaknya yang ke 7 Syara, gadis cantik 3 tahun itu normal kaki dan tangannya, hanya bola matanya yang keluar yang membuatnya harus mendapat perlakuan khusus. Halimah sudah satu tahun bekerja di Keluarga Naji, dan khusus menjaga dua anak cacat itu. Sedangkan Yati bekerja sebagai pembantu rumah tangga biasa.

Hari itu Jam 1 malam, Halimah terbangun ketika mendengar suara Hani menangis keras, bergegas dia menuju kamar Hani. Alangkah terkejutnya dia ketika tiba-tiba dia melihat seorang lelaki tidak dikenal ada di lantai 2, seketika Halimah berteriak, “Ya Baba... Ya Baba Fil Kharomi!!” Bapak.. Bapak Ada Maling!! Lelaki itu langsung melompat ke luar jendela, hilang ditengah gelapnya malam. Naji sebagai polisi yang berpengalaman langsung langsung mengumpulkan sidik jari di jendela, sebuah penutup kepala tertinggal disana. Halimah tidak mengenali wajah pelakunya, hanya sekilas berambut panjang, lampu temaram mengaburkan semuanya...
Pagi harinya Halimah diajak Naji ke Kantor Polisi Arar untuk jadi saksi, ada seorang polisi wanita yang mengintrogasi Halimah. Polisi bertindak cepat, siang harinya Halimah dimasukkan ke sebuah ruangan, di dalamnya ada 18 laki-laki yag berdiri berjajar. Polisi itu berkata “ ya Halimah, tunjukkan siapa lelaki yang masuk ke Rumah Naji tadi malam! Kalo kamu bisa membuktikan berarti ceritamu benar, kalo kamu tidak bisa menunjukkan berarti kamu berkata bohong, bisa saja kamu bersekongkol dengan maling itu, dan kamu yang akan dihukum”
Wajah Halimah langsung pucat, bagaimana dia bisa menunjukkan siapa pelakunya! Padahal dia hanya melihat sekelebat dibawah lampu yang temaram! Sekian menit berjalan.. Halimah mengamati deretan lelaki itu dengan seksama, bingung, bimbang, gelisah... karena dia tidak tau apa-apa. Halimah menangis seketika, dalam kondisi tertekan itu dia hanya bisa pasrah, dia langsung berteriak “Ya Allaaaaaah.. engkau yang Maha Tau, tunjukkan padaku siapa pelakunya! Ya Haniiii... engkau Mahluk Allah yang tidak sempurna, tapi engkau tau siapa lelaki yang membuatmu menangis semalam, tunjukkan Ya Allah... Bantu Aku Hani!!” Halimah terus meratap dalam kondisi tertekan, spontan dengan menggunakan bahasa Indonesia yang tidak dimengerti orang-orang di ruangan itu. Tangan Halimah tiba-tiba gemetar, seolah ada yang menuntun tangan itu terangkat dan menunjuk kepada lelaki di baris sembilan. “dia orangnya!” dengan mantab Halimah berkata. Seluruh orang di ruangan itu menatap lelaki itu. Halimah dibawa keluar ruangan.

Dua jam berlalu...

Halimah kembali dibawa masuk ruangan, di ruangan itu masih ada 18 lelaki yang berjejer, tapi posisinya sudah diacak oleh polisi. Halimah memberikan kesaksian bahwa pelakunya lelaki berambut panjang. Semua lelaki itu diminta membuka penutup kepalanya, dan tidak satupun yang berambut panjang. “tunjukan siapa malingnya ya Halimah!” kata Polisi. Halimah kembali gemetar, dalam kondisi seperti ini siapa lagi yang bisa dijadikan sandaran. Halimah kembali berteriak “ya Allaaaaah, tanpa bantuanmu aku akan dipenjara ya Allaaah... bantu aku ya Allah tunjukan siapa orangnya!” tangan Halimah tiba-tiba gemetar, seperti introgasi sebelumnya, tangan itu seperti digerakkan oleh kekuatan yang tidak terlihat, menunjuk kepada lelaki diurutan delapan. Lelaki itu tiba-tiba gemetar, berkeringat seperti maling ayam yang ketahuan! PLAK!!! Tiba-tiba orang disebelahnya memukul kepala lelaki itu, polisi langsung bergerak menahannya. Naji mendekati Halimah yang masih terduduk pucat. “Hebat kamu Halimah, sidik jari lelaki itu memang yang cocok dengan penyelidikan kami, sengaja kami perkuat dengan kesaksianmu”
Halimah diperbolehkan pulang, di rumah Naji memberinya hadiah sebuah cincin emas dan uang 200 Riyal. Naji memberikan pujian terus padanya, sementara Halimah langsung ke kamar Hani, menangis dan memeluk anak cacat tanpa mata dan berkaki mirip kambing itu... tak henti-hentinya dia bersyukur Keajaiban Allah muncul dari anak cacat tak berdaya itu... la hawla walakuwata illabillah..
***
Tahun 1998 Halimah sudah pulang ke Indonesia, Halimah adalah nama usai haji yang diberikan Naji Al Somari kepada Kasilah, dia ibuku.... wanita sederhana dari Dusun Jetak Berbah Sleman Yogyakarta. Mainlah ke rumahku, ibuku akan bercerita dengan detail kisah ajaib dan menggetarkan itu...
Aku selalu menangis setiap cerita itu muncul dari mulut ibuku.

------------------------------
Pasar Pleret Bantul, 1999
Karung terigu berisi kacang itu aku naikkan ke atas motorku, hari masih pagi tapi jam 9 nanti aku harus berangkat kuliah. “ayo bu, mengkih selak kawanan..” kataku. Motor Honda Grand butut itu berjalan ke utara menuju Berbah. Karung berisi kacang aku taruh di depan, ibuku aku boncengkan. Kacang itu adalah bahan baku untuk bikin peyek, makanan dari jawa yang terbuat dari kacang yang dilumuri tepung terus digoreng garing. Ibuku setiap hari membuat peyek, untuk dibuat pelengkap jualannya di Pasar Lempuyangan Jogja. Sampai di rumah karung itu aku turunkan, tapi ada yang aneh kok jadi enteng, pas aku balik baru ketahuan.. “walah iyuung, jebule ada yang bolong ujunge!” keluhku. Sepanjang jalan Pleret ke Berbah butiran kacang tanah itu jatuh satu persatu lewat lubang dipojok karung, fiuuh aku membuang modal ibuku! “Wis rapopo, ndang dilebokke, lekondo selak kuliah!” sela ibuku. Karung kacang itu aku letakkan didapur lalu berlari ke kamar mandi, jam 9 aku ada kuliah Geomorfologi Dasar...
-------------
Ibuku adalah wanita desa sederhana, ketika dinikahi bapak tahun 1978 di Jogja ibu hanya punya ketrampilan sederhana, menjahit... Bapakku adalah tentara kelas bawah, pangkat terakhirnya Pembantu Letna Dua. Bapak meninggal tahun 1990 ketika aku masih kelas 5 SD. Ibuku yang hanya ibu rumah tangga biasa pun ditinggal dengan dua anak, aku dan adikku. Ekonomi keluarga goyah, sebuah keputusan berat ketika ibu menerima tawaran agen penyalur tenaga kerja di luar negeri. Setelah mengikuti pelatihan 6 bulan Baby Sitter di Jakarta dan Sukabumi, ibuku berangkat ke Saudi Arabia, meninggalkan aku dan adikku kepada saudara dan simbahku. Aku melewati masa SMP di Jakarta dan SMA di Jogja tanpa kehadiran Bapak dan Ibuku. Hubungan dengan ibu hanya bisa aku lakukan lewat surat, 2 minggu baru sampai. Setiap bulan aku merima surat dari ibuku yang sangat ingin segera kembali ke Indonesia, bertemu dengan anak-anaknya.
Ibuku adalah satu dari ratusan ribu Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di luar negeri. TKI yang tidak berpendidikan tinggi seperti ibuku bekerja di sektor informal seperti rumah tangga, yayasan, rumah sakit, klinik, hotel-hotel kecil, dan sopir. Mereka yang berpendidikan tinggi menjadi TKI Formal yang bekerja di pabrik-pabrik minyak di Timur Tengah, Pak Bambang ayah sahabatku Hendy Setiono, pemilik Kebab Turki Baba Rafi jadi TKI perusahaan Minyak di Qatar, tentu perbandingan gajinya jauh sekali bisa 20 kali lipat gaji sektor informal.
Ibuku rela 8 tahun berpisah dengan anak-anaknya, demi mengumpulkan biaya hidup dan sekolah. Ibuku bercerita, makanan disana selalu berlimpah ruah, setiap makan selalu dengan daging yang empuk, aneka lauk yang lezat-lezat. “Ayo makan anak-anakku..” ibuku selalu berkata begitu setiap mau makan, sebuah ajakan makan dari seorang ibu kepada anak-anaknya yang terbentang ribuan kilometer menembus laut dan samudra....
akupun selalu “mbrambangi” setiap ibuku bercerita itu.


Sedayu, Bantul 2001
Hujan deras siang itu menyisakan genangan air dimana-mana, motorku meliuk di jalan yang licin sambil memboncengkan ibuku, ada lobang di sisi kiri jalan yang dipenuhi air, kutarik stang motorku kekanan, lobang itu berhasil kuhindari tapi tiba-tiba ban belakangku seperti terpeleset sesuatu, keseimbanganku goyah, dan SRRRTTT.... BRUK!! Motorku terpelanting ke kanan, aku menoleh ke belakang ibuku terduduk di aspal. Dibantu 2 orang warga ibuku dipapah kepinggir, setelah minum air putih ibu kembali tenang. Dengan tubuh lecet kami kembali naik motor itu, 20 km menuju rumah.
Perjalanan itu menjadi satu kisahku ketika mencari obat untuk ibu. Setiap hari jam 2 pagi ibuku sudah bangun untuk menggoreng peyek yang sudah ditiriskan sore harinya. Asap dari tungku kayu di dapur itu selalu masuk ke kamarku, kadang aku terbangun dan menemani ibu, walau lebih sering aku tertidur lagi. Sore hari ketika ibuku sedang meniriskan peyek dengan duduk di dingklik (kursi kecil dengan posisi jongkok) aku melihat darah mengalir di betis ibuku. Saking terkejutnya ibu aku suruh terhenti menggoreng. Ibu tetap menggoreng peyek itu dan bercerita kalo ada benjolan di perut bagian bawahnya. Rasanya nyeri dan membuat mensturasi hingga dua minggu. Tahun itu kondisi ekonomi kami masih serba kekurangan. Aku masih berbisnis kecil-kecilan sambil kuliah di UGM, untuk makan kami cukup, tapi untuk kebutuhan lain masih sangat kekurangan.
Dengan kondisi ibuku yang masih pas-pasan itu aku bersumpah, “Bu, ijinkan aku kuliah dan aku akan membiayai kuliahku sendiri tanpa merepotkan ibu sama sekali”. Kejadian sakitnya ibuku itu sudah membuatku kalang kabut, dengan kondisi tidak memegang uang aku mencari pengobatan alternatif, dari pijat hingga herbal namun benjolan itu tidak kunjung hilang. Kejadian jatuh dari motor itu sepulang mencari obat alternatif di Sedayu Bantul. Aku hanya sanggup berdoa agar segera mendapatkan rejeki untuk mengobati ibuku.
Tahun 2006, Allah memudahkan semuanya, rahim ibuku diangkat di Rumah Sakit Panti Rapih Jogja, benjolan myom yang ada 5 tahun di tubuh ibuku itu hilang sudah, sebesar dua kali kepalan tangan. Dokter Merry yang melakukan operasi mengijinkan aku memegangnya sambil berkata, “kamu pegang tuh, dulu kamu hidup di dalam situ, jadi jangan sekali-kali durhaka sama ibu ya!” takjub rasanya bisa melihat dan memegang seonggok daging yang pernah menjadi rumahku selama 9 bulan 10 hari. Sayang, dokter tidak mengijinkan dibawa pulang...

------------------------------
Bekasi, April 2011
Aku sangat menikmati melihat Yudhi kawanku yang sedang menggendong Khalif anaknya yg baru berumur 1 tahun. Sejak tadi sore Khalif rewel, sambil menimang anaknya agar tenang Yudhi berkata, “Setelah aku punya anak, aku jadi menyesaaal banget pernah bikin sedih, marah, kecewa mamahku. Ngrasain jadi orang tua itu berat ternyata. Kalo anakku sakit, seluruh badan dan hatiku juga ikut sakit. Makanya sekarang aku jadi tersadar sendiri, kasih sayang orang tua itu kadang baru kita rasakan terlambat sampai kita menyadarinya” Manager Produksi Jhonson di Pulogadung itu tampak tegar dan sabar menjadi bapak untuk anak pertamanya itu.

Nabi pernah ditanya oleh seorang sahabat, “Ya Rasul siapa orang di dunia ini yang harus aku paling hormati..?” Nabi menjawab, “Ibumu..”
“Lalu siapa lagi ya Rasul?”
“Ibumu..!”
jawab Nabi
“Lalu selanjutnya siapa ya Rasul?”
“Ibumu!”
“siapa lagi ya Nabi?”
“Bapakmu!”
Jawab Nabi
Mendengar kisah itu aku bergidik, betapa derajat seorang ibu 3 kali lebih tinggi dari seorang ayah. Nabi Muhammad menggambarkannya dengan tegas. Keridhoan Allah datang dari keridhoan seorang ibu... tanpa ampun!

---------------------------
Hotel Saphir Jogja, Mei 2011
Untuk ketiga kali saya mengikuti seminar Ippho Santosa, kawan yang saya kenal via twitter. Istriku sangat penasaran dengan seminarnya. Sebelumnya saya pernah diminta mas Ippho untuk memberi testimoni di Seminarnya di Serpong Tangerang. Ada satu hal yang saya ingat dari kata-kata mas Ippho, “Denger nih ya, kunci dari 7 keajaiban rejeki adalah Sepasang Bidadari! Itu dulu diberesin! Kalo restu, ridho dari orangtua belum keluar waaah susah deh! Yang lain kayak perisai langit dan simpul perdagangan gak bakal maksimal! Jadi segera setelah pulang seminar ini temuin tuh ibu dan bapak kalian! Minta maaf! Kalo yang udah meninggal, doain mereka! Titik gak usah nanya...! Saya punya ribuan testimoni orang-orang yg dimudahkan hidupnya, naik pangkat, dapat rejeki gede, usahanya sukses setelah mereka minta maaf dan minta didoain sama ibu bapaknya! Percaya deh..!”

Istriku menangis sejadi-jadinya pas sesi renungan... keluar airmata bareng 1000 orang di hall itu.

---------------------------
Masjid Kampus UGM, 19 Juli 2009
Ada 200an orang yang sudah berkumpul di dalam Masjid megah itu, hari ini aku menikah... ya menikah! Para penghulu sudah siap, orangtua sanak saudara, kawan dan sahabat, tetangga dekat, semua duduk rapi menunggu prosesi ijab kabul yang sakral itu...
Ayat suci Al Quran dibacakan, mendayu-dayu penuh keindahan, hatiku bersyukur sesuatu yang pernah aku ucapkan lima tahun yang lalu jadi kenyataan. Ketika 2004 lulus dari UGM aku pernah ngomong, aku ingin menikah di Masjid UGM, kampus yang menjadi saksi 6 tahun perjuanganku kuliah sambil membiayai hidup keluargaku. Dan Allah mengabulkannya hari ini...
Ijab kabul aku ucapkan dengan jelas dan mantab! Satu kali ucap para saksi langsung berkata SAH!! Refleks aku mengangkat tangan kananku, adegan lucu itu disambut dengan gelak tawa dan tepuk tangan hadirin.. pak Penghulu hanya geleng-geleng kepala... sambil istighfar tentunya!
Setelah prosesi akad selesai, aku dan istriku diminta melakukan prosesi sungkeman. Ada sesuatu yang sudah aku rencanakan sejak dulu, yaitu MENCIUM KAKI IBUKU... dan aku melakukannya di depan 200 orang, di dalam Masjid Agung yang tiap hari untuk sholat ribuan orang.
Ketika sungkem, aku bisikkan ditelinga ibuku, “Ibu, ijinkan hari ini aku mencium kakimu, kaki yang telah berjalan jauh demi anakmu ini, sebagai bukti tanda sembah baktiku untukmu... sebagai ucapan terimakasihku yang tak terhingga sepanjang waktu.. demi ridhomu sepanjang umurku...”

Dengan berlinang airmata ibuku berkata “wis wisss cukup, kamu sudah sangat membuat ibu senang dan bangga, ibu yang minta maaf dulu tidak bisa mencukupi kamu..ibu yang berterimakasih padamu dengan semua ini”
Dengan berlinang airmata kubungkukkan badanku ke lantai, kucium dengan lembut sepasang kaki itu...

Aku terbayang dengan seorang Halimah dengan pipi pecah-pecah di dalam tenda di tengah gurun pasir dalam ketakutan perang Teluk...
Aku terbayang seorang Halimah yang nyaris dipenjara polisi Saudi Arabia ketika jadi saksi kunci pencurian...
Aku terbayang Halimah yang setiap hari memberikan makanan dan membersihkan kotoran 2 orang anak cacat demi mencari rizki untuk anaknya yang jauh disana...
Aku terbayang waktu memboncengkan ibuku menjual peyek setiap hari ke pasar sebelum berangkat kuliah...
Aku terbayang dengan asap dapur yang kami nikmati mengepul dari tungku kayu setiap jam 2 pagi...
Aku terbayang dengan tetesan darah di betis ibuku sambil menahan nyeri setiap hari...
Aku tuntaskan semua rasa terimakasihku hari ini!
Bismillah.... kaki itu terkena tetesan airmataku...
Matur Sembah Nuwuuun, Bendoro Kanjeng Ibu....

----------------------
Acara Ijab kabul selesai, para tamu menyalamiku, beberapa orang berkata “baru sekarang Sap aku ngikutin Ijab Kabul sampai ikut nangis!”
Alhamdulillaaah, semoga mereka juga TIDAK MALU mencium kaki ibunya...




---------------------
Melly Goeslaw dan Iwan Fals mengungkapkan rasa cinta dan kagum pada ibunya dengan sebuah lagu yang menyayat hati. Ibu bagi mereka adalah pahlawan yang luar biasa dalam hidupnya... aku tidak bisa menulis lagu, aku persembahkan tulisan ini agar siapapun yang membacanya semakin mencintai ibu mereka.. itu saja!

"temui ibumu, cium tangan, kening bahkan kaki ibumu... sebelum engkau kehilangan seseorang yang menjadi asal muasal dirimu... ibumu juga memiliki sejarah hebat sejak melahirkanmu hingga sekarang, itulah surga yang harus engkau perjuangkan!"

Malam ini aku pulang sendirian, Pioneer di mobilku mengalunkan suara jernih petikan gitar Iwan Fals... suara paraunya mengisi relung hati...

***
Ribuan kilo, jalan yang kau tempuh
Lewati rintang, untuk aku anakmu...
Ibuku sayang, masih terus berjalan
Walau tapak kaki penuh darah penuh nanah
Seperti udara kasih yang kau berikan
Tak mampu ku membalas ibu... ibu..
***
Ingin kudekap dan menangis di pangkuanmu
Sampai aku tertidur bagai masa kecil dulu
Lalu doa-doa baluri sekujur tubuhku..
Dengan apa membalas...
Ibuuuu... ibuuu....

Bintang di langit gemerlap malam ini, berpendar dari kaca mobilku...
tiba-tiba aku ingin mencium kaki ibuku lagi...
saat ini...
ya saat ini!

*diketik di Jogja, dibaca dimana sadja
12 Juni 2011


Ibuku saat ini, seusai lebaran 2011 di Jogja

Ibuku Bersama Putri Herlina yang sudah dianggap seperti anak sendiri ketika main ke rumahku. (baca cerita di blog ini: Putri Herlina Sepasang Tangan Bidadari)

39 komentar untuk "Ibumu..."

Anonim 12 Juni 2011 pukul 23.06 Hapus Komentar
tulisane sampean selalu nggawe mripatku mrambangi mas....
keep on writing for your loyal reader
Agus Pratomo 12 Juni 2011 pukul 23.21 Hapus Komentar
Mas matur nuwun tulisan ini sudah sangat sangat membuatku lebih tersadar akan bagaimana aku harus lebih menghormati, menyayangi, dan membahagiakan ibuku. Sampun dangu kula mboten trenyuh ngeten niki, tapi malam ini airmata yang keluar ini benar2 nikmat! Matur nuwun sepisan maleh kangge inspirasine...
Mita 12 Juni 2011 pukul 23.40 Hapus Komentar
dan malam ini saya menangis sejadi-jadinya..

cerita saya hampir mirip dg mas.. ayah saya meninggal 4thn lalu dan ibu saya seorg PNS di RS pemerintah yg nyambi jualan nasi di kantin2..
ibu saya juga operasi myom 2minggu yg lalu.. saya ingiiiin sekali menemani ibu ketika operasi itu berlangsung, tapi saya di sini, di seoul, sedang menimba ilmu utk mewujudkan impian saya dan membuat ibu bahagia..
sebelum operasi, beliau sempat telpon saya dan mengabari bahwa beliau tdk bs dibius krn alergi anastesi akut yg dideritanya.. saya hanya bs menguatkan ibu saya dan berdoa semoga ibu saya bersabar menahan sakitnya.. 3jam menahan sayatan demi sayatan di perut nya, tanpa bius.. Allahurobbii..

alhamdulillah, skrg ibu saya sudah mulai kembali beraktifitas seperti biasa, walaupun masih sangat terbatas..

sekarang jam setengah 2 pagi di seoul.. dan jam setengah 12 malam di jogja.. 2 jam lg ibu saya bangun utk tahajud..
saya ingin menelpon nya dan meminta maaf atas semua yg pernah saya lakukan yg telah menyakiti hati nya..

makasih mas atas sharing nya.. :')
FebyNyenk 12 Juni 2011 pukul 23.45 Hapus Komentar
SUBHANALLAH...! Benar2 menakjubkan om...mhon ijinx bwt dsahre..^^
Saptuari Sugiharto 12 Juni 2011 pukul 23.48 Hapus Komentar
Buat kawan-kawan semuanya, trims ya! ayoo yang masih punya ibu segera cium kakinya, pasti beliau bahagia sekali! yang ibunya sdh tiada.. DOAKAN segera!
buat Mita, terus kirim doa ya.. semoga ibu cepet sembuh!
Kamu di Seoul? deket aku dong.. aku di Pyongyang(Piyungan-Jogja) hehe
FIGHT semua!!
Mita 12 Juni 2011 pukul 23.55 Hapus Komentar
hehehe..
iya mas.. deket banget piyungan-seoul..sak klebetan sms doang.. :p

insyaAllah pas Ramadhan nanti pulang sekalian semi-pamitan ibu mau haji.. setelah sekian lama nabung dan jualan nasi, akhirnya beliau bs mewujudkan cita2nya, walaupun tanpa ayah.. :')

eh,,
saya baru baca.. mas saptu ini yg di kedai digital to? saya sering ke sana dulu jaman SMA-kuliah.. :D

salam kenal ya mas..
matur nuwun sanget udah mau sharing..

*masih mbrambangi dan jd susah ngerjain paper krn lbh suka baca blog ini*
FebyNyenk 13 Juni 2011 pukul 00.23 Hapus Komentar
@om saptu : semangaad jg y om...Alhamdulillah tulisan om begitu sederhana tapi penuh makna !! ^^
Faizal R Jansen 14 Juni 2011 pukul 12.21 Hapus Komentar
Subhanallah
Cerita singkat yang Luar Biasa.
Maafkan Anakmu ini Ibu..
Cerita terus ya Mz.
Terima Kasih
Salam
Anonim 15 Juni 2011 pukul 08.06 Hapus Komentar
Salut kepada anda yang begitu berbakti kepada sang ibu. Anda berasal dari keluarga yang begitu sederhana. Perlu diwaspadai dari nenek moyang mungkin juga telah hidup sederhana, sehingga secara genetika turun temurun telah membangun sistem ketahanan tubuh untuk makan pas2an. Sistem ketahanan tersebut yang terbangun dari generasi ke generasi itu mungkin tidak berlaku sebaliknya, dalam arti tubuh memiliki toleransi yang rendah terhadap makan yang berlebihan sehingga sangat rawan terhadap penyakit seperti diabetes. Maka itu ikutilah sunnah nabi yang hanya makan 1/3 perut penuh. Kelebihannya bisa dipergunakan untuk memperbesar sedekah anda.
Anonim 2 Agustus 2011 pukul 18.43 Hapus Komentar
matur nuwun, dab! *mbrambangiii...*
Ahmad Bhadick 3 September 2011 pukul 23.30 Hapus Komentar
Keren Mas....!!
Ade Rusli 4 September 2011 pukul 08.15 Hapus Komentar
Membacanya jadi terharu dan inget sama perjuangan ibu
ibnu ismadi 4 September 2011 pukul 09.10 Hapus Komentar
membaca artikel ini membuat aku terharu dan menetestak air mata. penulis penulis artikel ini menggunakan perasaan dalam sangat dalam.
semoga saja kita semua bisa berbakti kepada kedua ortu kita. amin.
Andika Hendra Mustaqim 5 September 2011 pukul 17.05 Hapus Komentar
sangat inspiratif
Noviyanti Santoso 7 September 2011 pukul 15.32 Hapus Komentar
salam kenal mas saptu..mbrebesmili aku..ya Allah lindungi selalu seluruh ibu dan calon ibu. AMin :)
@priyo_inred 9 September 2011 pukul 16.00 Hapus Komentar
berlinang saat membayangkan klo sy sprti mas mencium kaki ibu saya saat nikah nanti ... inspiratif mas sy suka kena di hati
Anonim 11 September 2011 pukul 09.19 Hapus Komentar
menyentuh banget mas critanya...

izin share y mas..
Tutun 21 September 2011 pukul 11.45 Hapus Komentar
Terharu habis baca tulisan ini, baru nemu blog ini isinya sederhana tp penuh makna. Salam kenal dari desa sebelah..Klodangan :)
Anonim 24 September 2011 pukul 19.57 Hapus Komentar
Luar biasa skali mas. Merenung dan menangis, tersadar bhw apa Ÿªňƍ sy lakukan slma íπí msh jauh dr bermanfaat ats pengorbanan ibu slama ini. Ibu dan ayh sy cerai shgga mulai sejak sy kelas 1 smp sampai sy tmt smk ibu Ÿªňƍ bekerja keras membiayai anak2ny 4org.stLh tmt smk,sy bekerja dan memberi ibu uang bulanan,dibilang cukup,cukup jυƍά,dibilang berlebih jυƍά Ğªќ>:/. Sy tetap brhrp dpt mencukupi kbtuhan ibu shgga ibu jυƍά tdk perlu bekerja smpai saat ini. Beruntung skali sy dpt mbaca tulisan anda ini, 2bln ƪάƍϊ sy akn menikah. Smoga pd saat itu sy dpt mencium kaki ibu sy. Mohon doa na agr dpt terlaksana.trm ksh byk.
Anonim 1 November 2011 pukul 01.06 Hapus Komentar
sbhnallah...artkelx jd rnungan dpgi ni.aduh mtaq jd bengka' gr2 bc tlsan ini.mksi y ms bat crtax.
IstanaMungil 3 November 2011 pukul 09.10 Hapus Komentar
mbrebes mili aku mas...suwun
Anonim 5 Desember 2011 pukul 00.22 Hapus Komentar
ya ALLAH ampuni segala dosa ibuku....
lindungi dia dan selimuti dia dengan rahmatmu kapanpun dan dimanapun ibu berada,limpahkan berkahmu yang tak terputus kepadanya....
terima kasih mas saptu,smga klak saya bisa membahgiakan ibu dan bapak saya,sekali lagi terima kasih mas saptu
sunar
heru 7 Desember 2011 pukul 14.48 Hapus Komentar
tulisan yang sangat luar biasa...
merinding dan mbrambangi q bacanya mas... q jd inget ibuku, pingin cium kedua kakinya...
Amy 23 Januari 2012 pukul 13.40 Hapus Komentar
Aku nangis baca ini,tapi aku nggak bisa mencium kaki ibu,karna beliau tlah tiada di dunia ini..
istian 20 April 2012 pukul 16.05 Hapus Komentar
membuatq nangis bombay mas,...
karna aq sadar masih belum bisa membahagiakan ibuq,..
hanya bisa merepotkannya saja,..
Sahrir Sidik 18 Juni 2012 pukul 00.08 Hapus Komentar
Selalu mbrambangi kalo baca.
Nuwun Mas Sap.
kartiko wibowo 1 Oktober 2012 pukul 13.55 Hapus Komentar
mas sap...alangkah beruntungnya orang2 yang masih mempunyai ibu,masih punya kesempatan untuk membalas semua kebaikannya..masih punya kesempatan untuk berbakti..saya cuma bisa nangis mas,udah gak punya kesempatan lagi..hanya bisa berdoa agar ibu ditempatkan ditempat yang layak oleh Allah SWT..amin..teruslah menulis mas...tulisanmu luar biasa indah.
Anonim 15 April 2013 pukul 09.38 Hapus Komentar
nangis mbaca ini.... ijin share ya mass
Unknown 15 April 2013 pukul 19.43 Hapus Komentar
mbrambangi baca artikel ini :'(
kangeeen ibu, :(
Doni 16 April 2013 pukul 22.02 Hapus Komentar
Blog yang luar biasa dab. Baru menyadari bahwa selama 35 th ini aku blom bermanfaat buat ibuku. Rencana akhir minggu ini insya Allah akan aku tempuh jarak 1000 km untuk sungkem dan minta maaf ke ibuku
retno tri merdekawati 18 April 2013 pukul 03.32 Hapus Komentar
Ga bsa berkata apa2...hnya air mata yg keluar...
Smoga saya bsa membahagiakan kedua orangtua saya...
Rumah.Fikiran 18 April 2013 pukul 09.38 Hapus Komentar
ibu....tulisanmu saja selalu saja membuat haru...apalagi sentuhan cintamu!
Anonim 15 Oktober 2013 pukul 13.59 Hapus Komentar
Mbrebes mili baca tulisan sampean ms..salam kenal dr ady gottwald di kuwait mas.
Rini 15 Oktober 2013 pukul 21.00 Hapus Komentar
Ga pernah ga nangis baca tulisan mas saptuari.. Makasih udah ngingetin utk slalu berbakti ke org tua
Rini 15 Oktober 2013 pukul 21.04 Hapus Komentar
Ga pernah ga nangis baca tulisan mas saptuari.. Makasih udah ngingetin utk slalu berbakti ke org tua
Anonim 18 Oktober 2013 pukul 14.40 Hapus Komentar
Tq utk smua inspirasinya mas saptu,,salut atas pjuangan n bhakti anda ama ibu,,jd semangat ngejar surga yg ada di depan qt(ibu)
Unknown 28 Oktober 2013 pukul 14.41 Hapus Komentar
Subhanallah..,smpe ga kerasa merinding bca blog ini,smpe nangis..,kisah yg inspiratif, byk memberikan makna yang dalam, jdi inget alm.Ibu.. :'(
eka 13 November 2013 pukul 16.17 Hapus Komentar
mbikin mbrebes mili mbacane
Unknown 21 April 2014 pukul 00.39 Hapus Komentar
Air mata saya non stop tiap Kali buka blog nya panjenengan OM kingkong ....
Matorsuwon